Kunci Utama Perawatan Burung


Persoalan yang paling banyak dimunculkan dalam berbagai forum burung adalah bagaimana membuat burung yang tidak bunyi menjadi bunyi; bunyi jelek menjadi bagus; bunyi bagus tetap konsisten bagus. Hal ini sangat wajar karena tujuan utama yang dikejar para kicaumania dalam memelihara burung adalah bagaimana burung mereka bisa bunyi bagus.
Ya, namanya saja “kicau (burung) mania” dan bukan “gaya (burung) mania” dan bukan pula “tarian (burung) mania”. Meskipun masalah penampilan juga sangat penting, khususnya untuk burung2 lomba, tetapi dalam hal ini saya lebih banyak berbicara dalam hal kicauan dulu. Lagi pula, kebanyakan gaya burung dalam bertarung relatif tetap dan relatif tidak bisa di-treatment untuk diubah.
Kicauan burung sangat berkaitan dengan kesehatan sebagai variabel independen (yang mempengaruhi). Kesehatan ini ada dua; fisik dan mental, yang keduanya tidak bisa dipisahkan sama sekali. Sesehat apapun kondisi fisik burung, kalau terganggu kondisi mentalnya, maka kesehatan fisik langsung terganggu dan tidak akan pernah mau bunyi, apalagi bunyi bagus. Begitu juga kalau mentalnya bagus, maka ketika kondisi fisiknya terganggu, misalnya nglabrak2 dan pangkal paruhnya berdarah, maka akan menyebabkan burung tidak bisa tampil maksimal.
Pakan
1. Kesehatan fisik akan tercapai bila burung tercukupi dalam hal pakan (4 sehat, 5 sempurna), air dan sinar matahari.
2. Kesehatan mental akan tercapai bila burung berada dalam kondisi “senang” dan tidak tertekan.
Berkaitan dengan terpenuhinya 4 sehat 5 sempurna, maka pentinglah bagi burung untuk selalu disuplai makanan tambahan.
- Untuk burung dengan pakan utama serangga (MB, jenis2 kacer, dll) perlu diberi tambahan vitamin secara rutin dan terukur. Untuk jenis burung ini yang terbiasa diberi voor, bisa dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian vitamin. Kalau dalam kemasan voor sudah tertulis bahwa voor tsb kaya akan kandungan vitamin, mungkin tidak perlu ada tambahan suplemen. Untuk burung2 yang tidak diberi voor (karena dikhawatirkan akan menurunkan kualitas suara) mutlak harus ditambah suplemen (khususnya vitamin).
- Untuk burung dengan pakan utama berupa buah (jenis cucak misalnya), perlu diberi serangga secara teratur dan terukur.
- Untuk burung pemakan biji, perlu sering diberi serangga dan buah/sayuran. Kenari dan branjangan misalnya, perlu ada kroto dalam menu makanannya.
Berkaitan dengan terpenuhinya sinar matahari (untuk pengubahan pro vitamin D menjadi vit D; mematikan jamur dan juga kutu), maka itulah perlunya penjemuran. Untuk sekadar alasan kesehatan (bukan treatment agar “ganas” dsb), penjemuran rutin cukup 30 – 60 menit di pagi hari.

Konsistensi
Lebih penting dari semua hal di atas adalah masalah konsistensi dalam pemberian, baik dalam hal jadwal maupun takaran.
Pemberian pakan dengan jadwal yang tidak teratur, kadang diganti pagi, kadang sore; atau jumlah yang tidak teratur, kadang sesendok kadang tiga sendok, atau jenis pakan (misalnya voer) yang berganti-ganti, kadang merk A kadang merk B, membuat burung tidak stabil.
Berkaitan dengan masalah konsistensi inilah maka perlu kiranya bagi para kicaumania untuk menetapkan jenis, jadwal dan jumlah pakan bagi burung mereka yang dilaksanakan secara konsisten.
Misalnya Anda sudah menetapkan pola makan: pagi jangkrik 4 ekor, siang kroto sesendok, sore jangkrik 5 ekor plus cacing 2 ekor, maka konsisten saja itu dilakukan.
Demikian pula halnya dalam hal memandikan dan menjemur. Harus konsisten. Kalau burung Anda biasa dimandikan pagi, ya pagi terus. Kalau sore, ya sore terus. Kalau pagi-sore, ya pagi-sore terus. Kalau seminggu hanya sekali pada hari Minggu, ya seminggu sekali saja pada haru Minggu. Bukan menjadi seminggu dua kali hanya karena kebetulan pada pekan itu ada libur selain hari Minggu.
Kalau memang perlu ada perubahan maka hendaknya perubahan tidak dilakukan secara drastis dan konsisten menerapkan pola baru tersebut. Adakan perubahan secara bertahap. Untuk ganti merk pakan misalnya, maka campurkan saja pakan yang biasanya dengan pakan yang baru. Hari berikutnya, merk tertentu yang hendak dihilangkan, dikurangi porsinya sedikit demi sedikit, sampai pada akhirnya hanya voer pengganti yang kita sodorkan.
Tips dan trik menjaga kesehatan fisik:
1. Jangan pernah iseng memberi pakan burung tidak pada jadwal waktunya (misalnya ada jangkrik lepas, ya masukkan kandang jangkrik, jangan iseng diberikan ke burung yang ada di dekat Anda).
2. Jangan iseng memandikan burung tidak pada waktunya (misalnya biasanya sepekan dua kali, menjadi setiap hari selama sepekan karena kebetulan pekan itu Anda libur atau cuti).
3. Jangan iseng menjemur burung lebih lama dari biasanya untuk sesekali waktu, misalnya hanya karena Anda kebetulan sempat menunggui berlama-lama.
4. Jangan iseng meniru-niru pola pakan dari kawan, jika Anda tidak yakin bisa konsisten untuk melaksanakannya.
5. Jangan sampai kehabisan voor merk tertentu yang biasa Anda berikan ke burung Anda. Jangan terlalu yakin bahwa merk tertentu itu selalu tersedia di kios pakan burung langganan Anda (kecuali Anda mau repot muter2 ke kios lain).
6. Tips (paling gampang dilaksanakan): Konsisten merawat burung secara tidak konsisten…(dengan risiko ditanggung sendiri…., hehehehe).

Tips dan trik menjaga kesehatan mental burung:
1. Biasakan diubah2 tempat gantungannya di tempat2 yang relatif ramai orang, gaduh, berisik.
2. Jangan diubah2 posisi tempat pakannya.
3. Jangan diubah2 bentuk dan ukuran tempat tenggeran/tangkringannya.
4. Biasakan burung dengan kerodong, topi, payung dan lain-lain, dengan warna yang beragam.
5. Biasakan dipertemukan dengan burung lain (baik sejenis maupun lain jenis). Catatan: Jangan lama2, kalau Anda belum yakin dengan kondisi mental si burung.
6. Biasakan dibawa bepergian (entah pakai mobil ataupun motor) entah untuk tujuan lomba, latber, atau sekadar muter2 kota. Misalnya Anda main ke rumah kawan dan tidak merasa repot, bawa saja burung Anda meskipun di sana hanya digantung sendirian, sementara Anda ngobrol.
7. Milikilah burung sejenis sebagai sparring partner atau “unthul” (bahasa Jawa, bahasa Indoensia-nya apa saya tidak bisa memilih kata yang pas) dengan kualitas mental yang jeblok, untuk selalu “dilabrak” oleh burung andalan kita. Ini seperti kalau kita punya ayam bangkok petarung, maka kita perlu ayam jago lainnya (biasanya ayam lokal) yang kualitas tarungnya jelek dengan tugas “menerima pukulan” bangkok jagoan kita. Ini bertujuan meningkatkan mental burung dengan cara memberi perasaan bahwa dia adalah burung “menangan” (padahal musuhnya-lah yang jelek, hehehe bo’ongi saja biar dia pede).

Catatan A:
Burung-burung yang sangat sensitif terhadap perubahan pakan, perawatan dan lingkungan:
1. Jenis kacer/anis (AM, AK, kacer)
2. Jenis cucak (terutama CR dan CI/CH).
Catatan B:
Untuk konsistensi bisa diabaikan ketika Anda men-treatment burung dalam proses ngurak/ bodol/ mabung karena untuk burung2 tertentu kadang diperlukan treatment khusus yang sama sekali berbeda (saya pernah menulis tentang ini. Coba lihat threat tentang AM).

Burung perlu medical/behavior record
Berkaitan dengan masalah konsistensi ini, perlu kiranya setiap burung memiliki medical/behavior record. Tentu ini sekadar catatan kesehatan dan perilaku yang kita tulis secara sederhana. Dalam record itu antara lain terdapat catatan tentang pola makan, pola mandi/jemur, design/pola kandang dan tangkringannya. Record itu kalau bisa ditempel di tempat yang terlihat sehingga siapa saja yang merawat burung itu akan menanganinya dengan pola yang sama. Kalau Anda punya satu dua burung, mungkin tidak bingung ketika Anda pergi dan meninggalkan burung pada perawat khusus/orang lain. Coba saja Anda punya burung lebih dari 10, maka konsistensi perawatan akan kurang terjamin, apa lagi kalau Anda mau mengoperkan perawatan kepada orang lain.
Inilah sesungguhnya yang terjadi, mengapa selama ini banyak orang yang kecewa karena burung yang mereka beli tidak sebagus ketika masih ada di tangan pemilik sebelumnya, misalnya. Jadi kalau Anda beli burung bagus, tanyakan secara detil bagaimana perawatannya, bukan sekadar pada pola pakan, tetapi juga pada pola mandi/jemur, pola sangkar dan detail dalamnya, serta kebiasaan2 lain yang membuat burung dalam kondisi happy (trauma pada benda2 tertentu, bisa membuat burung macet bunyi ketika melihat benda2 sejenis).
Di dalam record itu, juga perlu ada catatan tentang pola perawatan insidentil. Misalnya saja, ada catatan detail pola perawatan ketika mau turun lomba/latber, sebab banyak yang memberikan pola makan berbeda ketika dalam kondisi biasa dan kondisi akan dilombakan/dilatberkan. Bisa saja ketika mau ditandingkan, biasa ditambah porsi pakan A-nya dan dikurangi porsi pakan B-nya, atau malah diberi pakan C yang tidak pernah diberikan secara harian, dan sebagainya.
Sebagai penutup tulisan ini, saya berikan catatan dalam huruf kapital: SEKECIL APAPUN PERUBAHAN DALAM POLA PERAWATAN AKAN BERPENGARUH, BAIK POSITIF ATAUPUN NEGATIF, PADA KONDISI KESEHATAN (FISIK DAN/ATAU MENTAL) BURUNG.

BURUNG KACER

                                                         BURUNG KACER
                                                    Scientific classification
Kingdom: Animalia
Phylum: Chordata
Class: Aves
Order: Passeriformes
Family: Muscicapidae
Genus: Copsychus
Species: C. saularis, C. sechellarum, C. albospecularis


Umum
Burung kacer atau Magpie Robin yang populer di Indonesia saat ini ada dua jenis, yakni kacer hitam yang sering disebut kacer jawa dan kacer poci atau kacer sekoci yang sering disebut kacer sumatra. Burung ini memang masih berkerabat yakni sama-sama dalam genus Copsychus.
Burung kacer jawa nama ilmiahnya adalah Copsychus sechellarum sedangkan kacer poci adalah Copsychus saularis.
Perbedaan keduanya yang menyolok hanyalah pada warna bulu hitam-putih. Copsychus sechellarum atau kacer jawa berbulu hitam semua di bagian dada sampai dekat kloaka, sementara Copsychus saularis ataui kacer poci warna hitam hanya sampai dada dan ke bawah hingga kloaka berwarna putih. Sementara itu burung yang sangat mirip dengan kacer poci atau kacer sumatra adalah kacer madagaskar (Copsychus albospecularis).
+Habitat
Seperti disebutkan di atas, kacer terdiri dari 3 species, yakni Copsychus saularis, Copsychus sechellarum dan Copsychus albospecularis. Khusus untuk Copsychus saularis (Oriental Magpie Robin) ini terdiri dari 9 subspecies, yaitu:












Kacer poci atau sekoci atau kacer sumatra
1. saularis, (Thailand, India, Nepal, Malaysia, Indonesia)
2. andamanensis, (Kep. Andaman)
3. musicus, (Peninsular, Malaysia, Thailand)
4. prosthopellus, (Hainan-China)
5. erimelas (India ke Indochina),
6. pluto (Sabah-Malaysia, Borneo-Indonesia),
7. ceylonensis (India, Srilanka),
8. adamsi (Sabah-Malaysia, Borneo-Indonesia),
9. mindanensis (Mindanao-Philippines).
Kacer sumatera atau kacer poci mempunyai warna hitam pada kepala, leher sebatas dada, punggung dan bagian luar ekor. Sedangkan warna putih berada pada dada, perut dan ekor bagian dalam. Penyebaran mulai China, India, Nepal, Thailand, Indochina, Filipina, Malaysia dan Indonesia.

Kacer hitam atau sering disebut kacer jawa
Memiliki suara yang keras, nyaring dan pintar menirukan suara-suara di sekelilingnya. Penampilan sangat atraktif sambil membuka ekor serta mengeluarkan suara kicauan yang merdu. Burung ini sangat menyukai udara panas.
Kacer hitam (Copsychus sechellarum) atau Seychelles Magpie Robin penyebarannya mulai dari Seychelles (Afrika), Jawa dan Kalimantan (Indonesia). Seluruh tubuh berwarna hitam, kecuali pada sayap terdapat warna putih. Kemampuan berkicau sangat baik dan pintar menirukan suara-suara di sekelilingnya. Penampilan sangat atraktif sambil memainkan ekor. Volume suara sedang. Jenis ini juga sangat suka dengan udara panas.

Kacer madagaskar
Sementara itu kacer madagaskar atau Madagascar Magpie Robin (Copsychus albospecularis) terdiri dari dari 3 subspecies, yakni pica, albospecularis dan inexpectatus. Seluruh subspecies Copsychus albospecularis ini tersebar di wilayah Madagascar Afrika.
Bagian leher sebelah atas, punggung dan ekor berwarna hitam kebiru-biruan. Kemampuan berkicaunya tidak kalah dari kedua sepupunya C. saularis dan C. sechellarum.
Selain dari ketiga species di atas, ada satu jenis kacer lagi yang beredar di kalangan pedagang dan pemilik burung kacer, yaitu Kacer Blorok. Jenis ini menurut anggapan kebanyakan orang maupun peneliti adalah merupakan hasil perkawinan silang yang terjadi di alam, antara Kacer Hitam Putih (C. saularis) dengan Kacer Hitam (C. sechellarum).


15 Situs Penyedia Template Blogger Gratis


Jika Anda sudah bosan dengan tampilan blog Anda di Blogger dan merasa tidak puas dengan pilihan template yang disediakan Blogger, Anda bisa menggunakan desain template buatan pihak ketiga yang tersedia secara gratis. Jika Anda melakukan pencarian dengan Google, Anda akan dengan mudah menemukan situs-situs penyedia template blogger tersebut. Pada artikel kali ini, Diatasawam merekomendasikan 15 situs yang menyediakan template blogger dengan kualitas bagus secara gratis….
Untuk menggunakan template dari pihak ketiga ini, terlebih dahulu Anda harus mendownload file template yang disediakan situs-situs tersebut. Beberapa situs menyertakan file “readme.txt” yang berisikan petunjuk penggunaan template pada file yang Anda download tadi. Selanjutnya Anda akan mengupload file .xml ke dalam akun Blogger Anda. Tata cara pengunggahan ini ada pada artikel Mengubah Template Blogspot yang lalu.

1. Blogger Themes

2. Blogger Templates Blog

3. Blogger Styles

4. BTemplates

5. Theme Craft

6. Hook Up Your Blog

7. Deluxe Templates

8. Blogger Templates Free

9. Blogger Blog Templates

10. Blog Crowds

11. Zoom Template

12. Blog Template 4 U

13. Chica Blogger

14. Blogger-Templates


15. All Blogspot Templates

10 hewan herbifora paling ganas didunia


Sebagian besar orang menganggap bahwa hewan-hewan pemakan daging atau karnivora adalah hewan yang sangat berbahaya, karena memang begitulah adanya. Banyak hewan-hewan pemakan daging atau Karnivora yang kedapatan mencelakakan atau bahkan membunuh manusia seperti Hiu, Singa, Harimau, Buaya, dan lain-lain. Tapi bukan tak berarti bahwa hewan Herbivora atau hewan pemakan daging bukan hewan yang berbahaya.

layaknya hewan-hewan karnivora, hewan herbivora juga terkadang bisa sangat berbahaya, mereka bisa menjadi sangat liar dan buas saat keadaan yang terdesak seperti saat diserang atau saat anak-anak mereka diganggu. Disini kami akan memberikan daftar 10 hewan herbivora paling berbahaya, artikel ini semata kami buat untuk menyadarkan manusia bahwa hewan-hewan herbivora juga bisa menjadi sangat berbahaya.

Berikut adalah daftar 10 hewan herbivora paling berbahaya:

1. Gelada Baboon

Gelada Baboon adalah salah satu primata berbadan besar yang berasal dari daerah Afrika Timur terutama dari daerah Eithiopia, makanan mereka terdiri dari rumput dan daun. Gelada baboon terbiasa hidup damai bersama kelompoknya, namun saat salah satu anak atau anggota kelompoknya merasa terancam, maka mereka akan segera menyerang secara membabi-buta dengan gigi tajam dan cakar mereka, tak peduli itu manusia atau hewan lain yang lebih besar dan buas.

2. Bison Amerika



Bison adalah salah satu hewan ternak liar yang berasal dari Amerika, berat seekor bison bisa mencapai 1 ton. Mereka akan sangat berbahaya jika Anda menunjukkan tanda-tanda menyakiti anak-anak mereka atau jika Anda memasukkan wilayah mereka, dengan senjata utama mereka yang berupa tanduk kuat, mereka akan menyerang musuhnya secara membabi-buta dan secara serempak.

3. Gorila

Gorila memiliki lengan besar dan gigi taring mereka yang tajam bak pisau. Mereka dapat berjalan lebih cepat daripada manusia, seekor gorila yang jengkel dapat membunuh Anda dalam waktu beberapa detik hanya dengan menggigit anda serta mancabik-cabik kulit dan daging anda.

4. Kasuari

Burung kasuari adalah salah satu spesies burung terbesar di wilayah Papua new Guinea dan Australia, burung Vegetarian yang biasanya sangat gemar dengan wortel dan pepaya ini memang tak memiliki paruh yang cukup tajam, namun tendangan kakinya sangta mematikan, perpaduan ketajaman cakar dan tenaga tendanganya mungkin cukup untuk membawa anda ke rumah sakit hanya dengan satu tendangan.

5. Badak

Hampir semua orang di dunia sepakat bahwa binatang yang satu ini adalah salah satu spesies paling berbahay di dunia. hewan Herbivora ini sangat kuat dan sangat besar, larinya pun sangat cepat, saat merasa terancam, badak ini akan menyerang musuhnya dengan cara menyeruduknya dengan keras, dan bisa dipastikan nasib sang musuh jika terkena tubrukan badanya secara mutlak.

6. Babi Hutan

Walaupun hewan ini bukan termasuk herbivora sejati (di saat terdesak, hewan ini bisa memakan daging), namun kami tetap memasukanya ke dalam daftar. babi hitan atau sering lazim disebut dengan Celeng mempunyai ukuran yang besar, Mereka dapat mencapai berat lebih dari 250 kilogram. Gigi-gigi tajamnya sanggup menembus kulit dan merobek kulit anda.

7. Cape Buffalo

Cape Buffalo termasuk vegetarian paling berbahaya di Afrika. tanduk mereka yang panjang dan tajam serta bobot tubuh mereka yang bisa mencapai setengah ton membuat hewan ini sangat ditakuti oleh pemburu. mereka bisa menyerang dengan brutal dan yang terburuk adalah mereka kadang menyerang secara bergerombol.

8. Gajah

Gajah biasanya dianggap sebagai hewan yang damai dan bersahabat, geraknya yang lambat makin menambah kesan lemah. Namun jika mereka sudah jengkel, maka kemarahan mereka akan sulit untuk dihentikan, kita bisa dilempar menggunakan belalainya, ditusuk dengan gadingnya, serta kemungkina terburuknya adalah diinjak dengan kakinya yang besar sampai tubuh kita remuk dan hancur.

9. White Lipped Peccary

Hewan yang hampir menyerupai babi hutan ini adalah hewan khas Amerika Selatan dan Meksiko, hewan ini memiliki gigi yang sangat tajam, sama seperti babi hutan, Gigi-gigi tajam mereka juga sanggup menembus kulit dan merobek kulit anda.

10. Kuda nil

Dikenal sebagai hewan yang sangat gendut, hewan ini sangat jarang dianggap berbahaya, namun saat ada ancaman yang mengancam anggota keluarganya atau ada individu lain yang melewati area kekuasanya, mereka tak segan-segan untuk menantang duel tak peduli itu buaya sekalipun. Dengan gigi gigi besarnya dan mulutnya yang bisa menganya hampir seuukuran tubuhnya, Kuda nil bisa menjadi pembunuh yang kejam.

Burung larwo


Burung larwo pernah populer di kalangan penghobi burung “jadul” di Jawa ketika burung murai batu Sumatera atau Kalimantan belum membanjiri pasar-pasar burung Pulau Jawa dan ditangkar para penghobi burung di Pulau Jawa.
Larwo memang identik dengan murai batu karena dia masih satu genus dengan nama Copsychus malabaricus ssp. javanicus (Murai Batu Jawa). Jadi salah kalau ada yang mengartikan bahwa larwo berbeda dari murai batu.
Pada beberapa tahun lalu, burung ini masih banyak terlihat di sekitar hutan-hutan di pegunungan di Pulau Jawa. Habitat larwo mulai dari Ujung Kulon sampai Gunung Kidul dan beberapa tempat lainnya.
Penangkapan dan pembabatan hutan yang terus berlangsung, menjadikan burung ini lambat laun menghilang. Pada saat yang sama, tidak ada upaya penangkaran burung larwo.
Ciri-siri khusus
Sepintas tidak ada perbedaan mencolok antara larwo ini dengan murai batu jenis lain asal daerah Sumatera ataupun Kalimantan. Namun kalau kita perhatikan dengan seksama akan jelas perbedaannya yaitu ukuran tubuhnya yang lebih kecil dari murai batu Sumatera dan juga batas garis dada yang berwarna hitam yang berakhir di perutnya. Sementara murai batu Sumatera dan Kalimantan rata-rata batas hitamnya sampai bagian dada saja.
Perbedaan lainnya adalah performa ketika bersuara, yakni bulu-bulu di kepalanya akan berdiri seperti jambul.

Ciri ciri khusus murai batu jawa
Suara burung ini mirip dengan burung murai batu jenis lainnya. Beberapa kicau mania menyebutkan bahwa suaranya kurang variatif tapi ada juga yang menyebutkan bahwa suaranya hampir sama dengan murai batu lainnya (variatif).
Menurut saya, sebagaimana penentuan “kualitas” burung murai batu secara umum, ada pada karakter dari burung itu sendiri. Jika ada yang mengatakan burung larwo bersuara variatif atau sebaliknya, hal itu tergantung karakter burung dan tentu saja perawatan dan pemasteran jika burung itu ada dalam pemeliharaan tangan manusia.
Sebagaimana disebutkan pada awal artikel ini, keberadaan larwo sudah jarang dan di hutan-hutan Pulau Jawa juga sudah nyaris punah. Dengan demikian, sangat diharapkan adanya upaya penangkaran terhadap larwo demi pelestariannya. 

Got Birds? Get Ready to Count!


Tens of thousands of bird enthusiasts from across the U.S. and Canada made this year's Great Backyard Bird Count (February 17-20, 2012) a great success. The GBBC is open to anyone, including novice bird-watchers and students. Participants don’t need to be able to identify every bird, and the online submission process helps check their accuracy and prevent errors.
You can explore this year's results for your town, state, or all of the U.S. and Canada here: www.birdsource.org/gbbc/
And don't forget to keep an eye on our 2012 Photo Gallery, where we will be posting some of the thousands of great photos that we get from participants. 

Be sure to mark your calendars for the next GBBC, 

Great Backyard Bird Count


The 16th annual Great Backyard Bird Count (GBBC) will be held February 15-18, 2013. The GBBC is an annual four-day event that engages bird watchers of all ages in counting birds to create a real-time snapshot of where birds are across the U.S. and Canada. Please visit the official website at www.birdcount.org for more information.
Each checklist submitted by these citizen scientists helps researchers at the Cornell Lab of Ornithology and the National Audubon Society learn more about how birds are doing – and how to protect them and the environment we share. Last year, participants turned in more than 104,000 checklists online, creating the continent's largest instantaneous snapshot of bird populations ever recorded.
"This count is so fun because anyone can take part -- we all learn and watch birds together -- whether you are an expert, novice, or feeder watcher.  I like to invite new birders to join me and share the experience. Get involved, invite your friends, and see how your favorite spot stacks up." 
-Gary Langham, Chief Scientist
Anyone can take part in the Great Backyard Bird Count, from novice bird watchers to experts. Participants count birds for as little as 15 minutes (or as long as they wish) on one or more days of the event and report their sightings online at www.birdcount.org.
Bird populations are always shifting and changing. For example, 2012 GBBC data highlighted a huge southern invasion of Snowy Owls across much of the United States. Participants counted 666 Snowy Owls on 267 checklists, as compared to the previous high of 237 birds in 2009. Experts believe that Snowy Owls move south from their usual arctic habitats in years when prey, such as lemmings, are scarce. 
On the www.birdcount.org web site, participants can explore real-time maps and charts that show what others are reporting during the count. The site has tips to help identify birds and special materials for educators. Participants may also enter the GBBC photo contest by uploading images taken during the count. Many images will be featured in the GBBC website’s photo gallery. All participants are entered in a drawing for prizes that include bird feeders, binoculars, books, CDs, and many other great birding products.

NATURAL HISTORY OF BIRDS


Habitats

A habitat may be defined as the environment or ecological community where an animal or plant normally lives. Like mammals, birds occupy the full range of habitats in North America, from High Arctic pack ice to the Chihuahuan Desert of Mexico and the Southwest.
North American habitats can be characterized by their dominant plant communities and/or geological features. Habitats encompass both broad, general types, such as hardwood or coniferous forests, and finer distinctions, such as oak-hickory or maple-basswood hardwood forests and subalpine mixed conifer forest.
Many widespread bird species, such as Ovenbird, nest in all types of hardwood forests, but other species require very specific habitat types to survive. Red-cockaded Woodpeckers nest only in longleaf and loblolly pine savannas of the Southeast. Such habitat specialists are usually the species in greatest need of conservation attention; some are considered vulnerable to extinction.
A region of the country may contain a nearly uniform habitat type, such as the shortgrass prairie that stretches from the Panhandle of Texas to southeastern Colorado; but most regions support multiple habitats. Peninsular Florida, for example, embraces the Everglades, mangrove and subtropical forests, and prairies. (For more information on regions and habitats, consult the Bird Conservation Regions map at http://www.nabci-us.org/bcrs.html.)

Aquatic habitats:—Birds occupy many aquatic habitats, including riparian areas (along rivers) and lakes, ponds, swamps, and marshes. Saltwater pelagic (oceanic) and littoral (near shore) habitats are home to a great variety of seabirds, some of which—including the alcids, tubenoses, and tropicbirds—spend many consecutive years at sea before coming to land to nest. Within these aquatic environments there are distinct habitats where birds congregate. On the ocean, some of these are defined by currents, such as the Gulf Stream and the California Current, others by submarine topography, such as the continental shelf, where the continental landmass drops off steeply. The shelf is cut by canyons that create upwellings of seawater that draw prey items to the surface. Some seabirds are specialized foragers in these offshore habitats: Audubon’s Shearwater is most numerous around large rafts of pelagic algae, home to many small fish and other prey. Gadfly petrels, by contrast, may roam vast areas of ocean in search of less concentrated prey, such as cuttlefish and squid.

Habitats of migratory birds:—Migratory birds and birds that make irregular movements out of their core ranges may occupy many different habitat types over the course of a year. Migrating species have both breeding and wintering grounds, as well as intermediate stopover or staging sites, areas with adequate food resources that allow them to fatten up for their onward journey. Habitats used during migration and in winter do not always closely resemble those of the nesting grounds. For example, many Neotropical migrant species winter in Caribbean mangrove forests, the lushly forested montane slopes of eastern Mexico, or the diverse forests of the Andes or Amazon Basin—habitats that are quite different from the forests of the North where they breed. In addition, adverse weather conditions such as fog, rain, contrary winds, or storms can force migrants to land in habitats they might not otherwise occupy: migrating birds are often seen in tiny city parks and cemeteries or on ships and offshore oil-drilling platforms.

Adaptation to habitat:—Bird species adapt to their habitats in remarkable ways. Some desert species, for instance, have never been observed drinking water: they apparently draw the moisture they need from seeds or insects. In Arctic regions, ptarmigan survive winter storms by roosting inside snowdrifts. The seafaring albatrosses may remain airborne for days at a time, "sleeping" on the wing by shutting down parts of the brain not needed for flight. Some species are capable of adapting well to human environments when their natural habitats are destroyed by development: in the Southeast, Black Skimmers and many species of tern have nested on the flat roofs of shopping malls, which replace their usual beach nesting areas.

Foraging

When not resting or preening, birds are usually searching for food. Birds often forage in challenging environments: White-throated Swifts zoom far above the clouds, chasing tiny insects and spiders aloft, while Common Murres dive for small fish hundreds of feet below the ocean surface. Most birds specialize in their foraging methods to some degree, and they easily identify some. Dowitchers, for instance, feed by rapid, regular jabs of their long bill into muddy substrates, a rhythmic "sewing machine" motion that permits their identification as dowitchers even at a distance. When trying to identify a small woodland bird, one can often narrow down the possibilities by noting whether it gleans from twigs and leaves (as do many warblers), plucks from the outermost tips of branches while clinging (parids), hover-gleans from needle clusters (kinglets), picks from bark crannies (nuthatches), or excavates from holes in bark made by blows of the bill (woodpeckers).
Greater Roadrunner
The varied diet of Greater Roadrunner includes insects, spiders, scorpions, snakes, lizards, small birds, rodents, fruit, seeds, and carrion.

Many species of birds that share a common habitat employ different foraging techniques or exploit different food resources. Trogons, cuckoos, and the larger vireos, for instance, all move slowly through the forest canopy, watching for caterpillars and other insects and capturing prey by gleaning or a quick sally; their size differences, however, ensure that they compete very little, as the larger species take prey too large for the smaller birds to eat and do not take the smaller prey.

Some bird species forage cooperatively. Roadrunners kill rattlesnakes in pairs, and Harris’s Hawks hunt rodents in small teams. Foraging woodland birds often travel in mixed-species flocks, or guilds, led by parids.

Storing food:—A few species—notably shrikes, parids, corvids, and some woodpeckers and owls—store, or cache, food for later consumption. Species that forage heavily on pine nuts, such as Clark’s Nutcracker, hide thousands of nuts and are able to remember these locations for long periods of time. Several acorn-eating woodpeckers often store nuts in "granary trees."

Breeding

Lesser Prairie-Chickens
 In spring, Lesser Prairie-Chickens and related species form leks, aggregations of displaying males that attract females; the females observe the males carefully for evidence of good health and vigor.

Most bird species breed just once or twice a year, during their breeding season. Males often have more brightly colored plumages and sing more frequently at this time.

Courtship:—Birds employ a great variety of courtship strategies before nesting, including songs, flight and ground displays, and offerings of food and sometimes nests or burrows. Songbirds (passerines) tend to stake out territories and sing to entice females. In several species of grouse and shorebirds, males gather together in a lek and display collectively for females, engaging in a variety of dancing and drumming behaviors. Truly flamboyant courtship displays are not uncommon in North American birds: cranes, prairie-chickens, ptarmigan, several grouse, and Wild Turkey put on the most spectacular shows; some woodpeckers, raptors, hummingbirds, and swifts also have remarkable elements in their displays.

Mating and nesting:—Many bird species are monogamous: the male and female remain together throughout at least one breeding season and usually raise the young together. Less common mating systems include polygyny (males with multiple female mates) and polyandry (females with multiple male mates). Many birds employ variations of these systems.

Birds lay their eggs in nests, burrows, or nest-scrapes from below ground level (Burrowing Owl) to the tops of trees (Bonaparte’s Gull). Their nesting grounds range from backyards to tiny, rocky islands far out in the Pacific Ocean. Small land birds usually nest solitarily within a territory, while many water birds nest in colonies. Some birds lay their eggs in other birds’ nests, a strategy known as brood parasitism (Brown-headed Cowbirds do so exclusively, thus engaging in obligate brood parasitism); they allow the host parents to raise their single nestling, which may eject other eggs from the nest after hatching.

The chicks of some species hatch naked and blind and are called altricial young; others—notably galliform and shorebird chicks—are precocial, born feathered and sighted and able to scamper around and feed themselves just minutes after hatching. Parental care varies tremendously among bird species, but most parents feed, protect, and care for their young until fledging—that is, when the young bird is able to fly and leave the nest. In some species, including cranes and several corvids, the young stay with their parents for nearly a year or longer as they learn migratory routes and foraging strategies.

Flight

Peregrine Falcon 
Flight is an activity that often requires high degrees of attentiveness and athleticism. Peregrine Falcon, thought to be the fastest species of bird on Earth, contends with strong g-forces when pulling out of a hunting “stoop,” as shown here. Peregrines may dive toward prey at speeds nearing 200mph (320km/hr), then swoop sharply upward after striking prey. 

All North American bird species (with the exception of the extinct Great Auk) are capable of flight—a feat that looks effortless but is in fact a complex activity, crucial for a bird’s survival, that requires learning, skill, and athleticism. Birds take to the air by flapping the wings, spreading the wings into a strong wind, or dropping from a perch while opening the wings. Flapping creates thrust, or forward momentum, and this enables the wings to create lift: air flowing over the top of the wings moves faster than air flowing below the wings, making the air pressure above the wings lower and thus lifting the wings and the bird with it. Birds show many other adaptations for flight: light, hollow bones, streamlined bodies and bills, and tails that serve as rudders for steering.

Wing shape:—Wing shape varies markedly among bird species, even closely related ones. The aspect ratio of a bird’s wing is the relationship of its length to its width. Birds with relatively short, wide wings have a low aspect ratio, whereas birds with long, narrow wings have a high aspect ratio. Such a technical term may seem unnecessary for field identification, but its implications for flight are readily apparent in the field: birds whose wings have a low aspect ratio, such as the alcids, flap their wings rapidly and seldom glide, while those with a high aspect ratio, such as albatrosses, may not have to flap for hours at a time. A bird’s ability to fly is also influenced by its wing-loading: the relationship between its weight and its total wing area. Albatrosses, which are very heavy and have rather narrow wings, have relatively little overall wing area and thus high wing-loading; it takes a stiff breeze to keep these birds aloft. In contrast, many raptors have lower wing-loading—they are rather light-bodied and have long, wide wings—which permits them to soar (stay aloft with relatively little flapping) or to kite (hang over one spot with minimal flapping) under a variety of conditions.

Hummingbirds are known for their ability to hover in one spot, a manner of flying that requires enormous energy resources; they are also the only birds able to fly backward, a feat made possible by the configuration of the joints and musculature of the wings. Dippers, alcids, and many shearwaters, which inhabit aquatic environments, use their broad, short wings for underwater propulsion. Swifts adjust their scythe-shaped wings almost constantly in flight, which gives them the aerodynamic agility they need to capture tiny airborne insects.

Migration

In the narrow sense, migration indicates a regular, usually annual movement of a bird or other creature from one area to another. Many species of birds make regular migrations between breeding and wintering areas, driven by the presence of food and favorable climate in different places at different times of year. Literally billions of birds migrate to and from (and within) North America each year, mostly in spring and fall. Birds exert tremendous energy while migrating, and they rely on both favorable winds and updrafts to ease their passage. Such conditions are found especially in the mountains, where winds strike the ridges and are deflected upward, causing lift. Many species that nest on land are not adapted to aquatic environments and thus do not like to be caught out over large bodies of water while migrating; concentrations of migrants seeking pathways that avoid water crossings are often seen along coastlines (of lakes, rivers, and oceans), on islands, and at the tips of peninsulas.
Evangeline Beach, Nova Scotia
 Evangeline Beach, Nova Scotia, is one of North America's many traditional stopover sites, where millions of migrating birds, such as these Semipalmated Sandpipers, feed and rest.

At a few places in North America, it is possible to stand and watch migrants passing in almost uncountable numbers: on occasions, over a million American Robins have passed Cape May Point, New Jersey, in a day, and similar counts of Short-tailed Shearwaters have been seen passing offshore of Gambell, St. Lawrence Island, Alaska. Most passerines migrate at night, passing over large areas in a single evening, detected only by their calls (or with radar technology).

In the past, biologists described four basic “flyways” of migrants in North America, especially for waterfowl. Modern ornithologists recognize that migratory pathways and overall strategies for migration are not so simple to describe. Neotropical migrants travel to tropical areas—from Mexico and the Caribbean south to temperate South America. Most Neotropical migrants are passerines, but various raptors, shorebirds, seabirds, nighthawks, and cuckoos also migrate through or to the tropics. Short-distance migrants generally remain within North America, most of them migrating earlier in spring and later in fall than Neotropical migrants. Some species move in response to unfavorable conditions, whether a crash in food resources or a period of inclement weather. These movements are sometimes called facultative migrations or, in some cases (as with northern finches and owls), irruptions. Birders often call these movements “influxes,” “invasions,” or simply “flights.”

How birds navigate to their final destination—often to the same acre where they were raised—is not well understood. Birds use a variety of visual cues, such as the sun when migrating by day or the stars when migrating by night, to orient themselves so they fly in the appropriate direction for their destination. Some species are known to use the earth’s electromagnetic fields or polarized light to orient themselves while migrating. Some birds, such as geese and cranes, begin migrating with their parents and apparently learn specific routes from them and others in the flock; such birds probably recognize and follow certain rivers, ridges, and coastlines. Migratory skills in most species, however, appear to be innate rather than learned. In most migrants, hormonal changes triggered by the changing length of daylight stimulate migratory behavior.